Metode Depresiasi dan Amortisasi

 


  1. Sebutkan metode depresiasi dan amortisasi yang diperkenankan untuk digunakan dalam perhitungan perpajakan! 

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa penyusutan adalah pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui penyusutan.

Depresiasi

Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud disebut juga depresiasi, selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.

Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan Penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2000  tentang Pajak Penghasilan dilakukan:

·       dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight‐line method); atau

·       dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).

Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.

Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:

Tabel Tarif dan Masa Manfaat Penyusutan Fiskal

Kelompok Harta Berwujud

Masa Manfaat

Tarif - Metode garis Lurus

Tarif -  Metode Saldo Menurun

I. Bukan Bangunan




Kelompok 1

4 tahun

25%

50%

Kelompok 2

8 tahun

12,5%

25%

Kelompok 3

16 tahun

6,25%

12,5%

Kelompok 4

20 tahun

5%

10%

II. Bangunan




Tidak Permanen

10 tahun

10%


Permanen

20 tahun

5%


Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Amortisasi

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Berdasarkan ketentuan Penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2000  tentang Pajak Penghasilan, Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, danmuhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun diamortisasi dengan metode:

·       dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat; atau

·       dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku.

Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus.

Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:

Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi

Kelompok Harta Tak Berwujud

Masa Manfaat

Tarif Amortisasi - Garis Lurus

Tarif Amortisasi - Saldo Menurun

Kelompok 1

4 tahun

25%

50%

Kelompok 2

8 tahun

12,5%

25%

Kelompok 3

16 tahun

6,25%

12,5%

Kelompok 4

20 tahun

5%

10%

Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi.

·       Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.

·       Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain dengan menggunakan metode satuan produksi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.

Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, muhibah (goodwill), hak pengusahaan hutan, hak di bidang penambangan minyak dan gas bumi dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.

Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagai bantuan, sumbangan, zakat, hibah dan/atau warisan yang diakui berdasarkan perundang-undangan perpajakan, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

  1. Sebutkan perbedaan dari masing-masing metode penyusutan yang Anda ketahui! sertai dengan contoh perhitungannya !

Contoh Depresiasi penggunaan metode garis lurus:

Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp50.000.000,00 cara (Rp1.000.000.000,00 : 20).

Contoh Depresiasi penggunaan metode saldo menurun:

Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut:

Contoh Amortisasi berdasarkan metode satuan produksi:

Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000(sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuaidengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1 (satu) tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, walaupun jumlah produksi pada tahun tersebutmencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlahpotensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 20% (dua puluh persen) dari pengeluaran atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Sumber:

Pajak.go.id – Direktorat Jenderal Pajak

 UU Nomor 17 Tahun 2000  tentang Pajak Penghasilan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Sektor PBB dan Alasan Mengapa PBB-P3 Masih Tetap Pajak Pusat

Pajak karbon dan Pungutan Negara yang Menyerupai